KONSEP PENDEKATAN BELAJAR AKTIF (ACTIVE LEARNING STRATEGY) K konsep pendekatan Belajar Aktif (Active Learning Strategy) dalam Kegiatan Belajar Mengajar
1 Pengertian pendekatan Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
Pendekatan belajar
aktif (active learning strategy) adalah suatu istilah dalam dunia
pendidikan yakni sebagai strategi belajar mengajar yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan, dan untuk mencapai keterlibatan siswa secara
efektif dan efisien dalam belajar. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zaini
(dalam Hisyam dkk., 2005: xvi) bahwa “strategi belajar aktif adalah suatu
strategi pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif”. Untuk
itu, dalam proses belajar mengajar membutuhkan berbagai pendukung, misalnya
dari sudut siswa, guru, situasi belajar, program belajar dan dari sarana
belajar. Dalam hal ini Zuhairini (dalam Zuhairini dkk, 1993: 114) mengemukakan
bahwa:
Strategi belajar
aktif dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai
metode, yang menitikberatkan kepada keaktifan siswa dan melibatkan berbagai
potensi siswa, baik yang bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual
untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan kognitif,
afektif, dan psikomotorik secara optimal.
Adapun menurut
Silberman (1996: XIV) yang dimaksud dengan active learning strategy
adalah “merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi
pembelajaran yang komprehensip yang meliputi berbagai cara untuk membuat
peserta didik menjadi aktif”.
Sedangkan Sukandi
(2003: 6) mengemukakan bahwa:
Pengertian strategi
belajar aktif adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan
membangun makna atau pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang
dilakukan oleh si pembelajar, bukan oleh si pengajar serta menganggap mengajar
sebagai kegiatan menciptakan suasana yang mengembangkan inisiataif dan tanggung
jawab belajar si pembelajar, sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama
hidupnya, dan tidak tergantung kepada guru atau orang lain bila mereka
mempelajari hal-hal baru.
Memang pendekatan belajar aktif (active
learning strategy) merupakan konsep yang sukar didefinisikan secara
tegas, sebab semua cara belajar itu mengandung unsur keaktifan dari peserta
didik, meskipun kadar keaktifannya itu berbeda.
Keaktifan dapat
muncul dalam berbagai bentuk sebagaimana yang telah dikemukakan diatas. Akan
tetapi kesemuanya itu harus dikembalikan kepada satu karakteristik keaktifan
dalam rangka pendekatan belajar aktif (active learning strategy),
yaitu keterlibatan fisik, mental, intelektual, maupun emosional dalam kegiatan
belajar mengajar, perbuatan serta pengalaman langsung terhadap baliknya (feed
back) dalam pembentukan ketrampilan dan penghayatan serta internalisasi
nilai-nilai agama dalam sikap.
Dari penjelasan
diatas, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pendekatan belajar aktif (active
learning strategy) adalah suatu cara atau strategi belajar mengajar yang
menuntut keaktifan dan partisipasi peserta didik seoptimal mungkin sehingga
peserta didik mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
2. Prinsip-Prinsip pendekatan Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
Yang dimaksud dengan
prinsip-prinsip pendekatan belajar aktif (active learning strategy)
adalah tingkah laku yang mendasar bagi siswa yang selalu nampak dan
menggambarkan keterlibatannya dalam proses belajar mengajar baik keterlibatan
mental, intelektual maupun emosional yang dalam banyak hal dapat diisyaratkan
sebagai keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik.
Sedangkan dalam
penerapan strategi belajar aktif, seorang guru harus mampu membuat pelajaran
yang diajarkan itu menantang dan merangsang daya cipta siswa untuk menemukan
serta mengesankan bagi siswa. Untuk itu seorang guru harus memperhatikan
beberapa prinsip dalam menerapkan pendekatan belajar aktif (active learning strategy),
sebagaimana yang diungkapkan oleh Semiawan (1992: 10) dan Zuhairini (1993:
116-118) bahwa prinsip-prinsip penerapan pendekatan belajar aktif (active
learning strategy) adalah sebagai berikut:
1) Prinsip Motivasi
Motif adalah daya dalam pribadi
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Kalau seorang siswa rajin
belajar, guru hendaknya menyelidiki apa kiranya motif yang mendorongnya. Kalau
seorang siswa malas belajar, guru hendaknya menyelidiki mengapa ia berbuat
demikian. Guru hendaknya berperan sebagai pendorong, motivator, agar motif-motif
yang positif dibangkitkan dan atau ditingkatkan dalam diri siswa. Ada dua jenis
motivasi, yaitu motivasi dari dalam diri anak (intrinsik) dan motivasi dari
luar diri anak (ekstrinsik). Motivasi dalam diri dapat dilakukan dengan
menggairahkan perasaan ingin tahu anak, keinginan untuk mencoba, dan hasrat
untuk maju dalam belajar. Motivasi dari luar dapat dilakukan dengan memberikan
ganjaran, misalnya melalui pujian, hukuman, misalnya dengan penugasan untuk
memperbaiki pekerjaan rumahnya (Semiawan, 1992: 10).
2) Prinsip Latar atau Konteks
Kegiatan belajar tidak terjadi
dalam kekosongan. Sudah jelas, para siswa yang mempelajari sesuatu hal yang
baru telah pula mengetahui hal-hal lain yang secara langsung atau tak langsung
berkaitan. Karena itu, para guru perlu meyelidiki apa kira-kira pengetahuan,
perasaan, ketrampilan, sikap, dan pengalaman yang telah dimiliki para siswa.
Perolehan ini perlu dihubungkan dengan bahan pelajaran baru yang hendak
diajarkan guru atau dipelajari para siswa. Dalam mengajarkan keanekaragaman
tumbuh-tumbuhan atau hewan misalnya, para guru dapat mengaitkannya dengan
pengalaman para siswa dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang dipelihara orang
tuanya, yang berada dilingkungan sekitarnya. Dengan cara ini, para siswa akan
lebih mudah menangkap dan memahami bahan pelajaran yang baru (Semiawan, 1992:
10).
3) Prinsip Keterarahan kepada Titik Pusat
atau Focus Tertentu.
Seorang guru diharapkan dapat
membuat suatu bentuk atau pola pelajaran, agar pelajaran tidak terpecah-pecah
dan perhatian murid terhadap pelajaran dapat terpusat pada materi tertentu.
Untuk itu seorang guru harus merumuskan dengan jelas masalah yang hendak
dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab. Upaya ini akan dapat
membatasi keluasan dan kedalaman tujuan belajar serta akan memberikan arah
kepada tujuan yang hendak dicpai secara tepat (Zuhairini dkk, 1993: 117).
4) Prinsip Hubungan Social atau Sosialisasi
Dalam belajar para siswa perlu
dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-rekan sebayanya. Ada kegiatan belajar
tertentu yang akan lebih berhasil jika dikerjakan secara bersama-sama, misalnya
dalam kerja kelompok, daripada jika dikerjakan sendirian oleh masing-masing
siswa. Belajar mengenai bahan bangunan yang biasanya digunakan oleh masyarakat
dalam membangun rumah tentu saja akan lebih mudah dan lebih cepat jika para siswa
bekerja sama. Mereka dapat dibagi kedalam kelompok dan kepada setiap kelompok
diberikan tugas yang berbeda-beda. Latihan bekerja sama sangatlah penting dalam
proses pembentukan kepribadian anak (Semiawan, 1992: 11).
5) Prinsip Belajar Sambil Bekerja
Anak-anak pada hakikatnya belajar
sambil bekerja atau melakukan aktivitas. Bekerja adalah tuntutan pernyataan
dari anak. Karena itu, anak-anak perlu diberikan kesempatan untuk melakukan
kegiatan nyata yang melibatkan otot dan pikirannya. Semakin anak bertumbuh
semakin berkurang kadar bekerja dan semakin bertambah kadar berpikir. Apa
yang diperoleh anak melalui kegiatan bekerja, mencari, dan menemukan sendiri
tak akan mudah dilupakan. Hal itu akan tertanam dalam hati sanubari dan pikiran
anak. Para siswa akan bergembira kalau mereka diberi kesempatan untuk
menyalurkan kemampuan bekerjanya (Semiawan, 1992: 11).
6)
Prinsip Perbedaan Perorangan atau Individualisasi
Zuhairini dkk (1993: 117)
mengungkapkan bahwa “masing-masing individu mempunyai kecenderungan yang
berbeda. Untuk itu para guru diharapkan tidak memperlakukan sama terhadap
siswa-siswanya. Seorang guru diharapkan dapat mempelajari perbedaan itu agar
kecepatan dan keberhasilan belajar anak dapatlah ditumbuh kembangkan dengan
seoptimal mungkin”.
7) Prinsip Menemukan
Seorang guru hendaknya dapat
memberikan kesempatan kepada semua siswanya untuk mencari dan menemukan sendiri
beberapa informasi yang telah dimiliki. Informasi guru tersebut hendaknya
dibatasi pada informasi yang benar-benar mendasar dan ‘memancing’ siswa untuk
‘mengail’ informasi selanjutnya. Jika para siswa ini diberi peluang untuk
mencari dan menemukan sendiri informasi itu, maka mereka akan merasakan getaran
pikiran, perasaan dan hati. Getaran-getaran dalam diri siswa ini akan membuat
kegiatan belajar tidak membosankan, malah menggairahkan (Zuhairini dkk, 1993:
117-118).
8) Prinsip Pemecahan Masalah
Seluruh kegiatan siswa akan
terarah jika didorong untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Guna mencapai
tujuan-tujuan, para siswa dihadapkan dengan situasi bermasalah agar mereka peka
terhadap masalah. Kepekaan terhadap masalah dapat ditimbulkan jika para siswa
dihadapkan kepada situasi yang memerlukan pemecahan. Para guru hendaknya
mendorong para siswa untuk melihat masalah, merumuskannya, dan berdaya upaya
untuk memecahkannya sejauh taraf kemampuan para siswa (Semiawan, 1992: 13).
Jika prinsip-prinsip
ini diterapkan dalam proses belajar mengajar nyata dikelas, maka pintu kearah pendekatan belajar aktif
(active learning strategy) mulai terbuka.
3. Komponen-Komponen
Strategi Belajar Aktif (Active Learning Strategy) dan
Pendukung-Pendukungnya
Salah satu
karakteristik dari pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar aktif (active
learning strategy) adalah adanya keaktifan siswa dan guru, sehingga
terciptanya suasana belajar aktif. Untuk menciptakan suasana belajar aktif
tidak lepas dari beberapa komponen yang mendukungnya.
Sukandi (2003: 9)
menyebutkan bahwa komponen-komponen pendekatan belajar aktif (active
learning strategy) dalam proses belajar-mengajar adalah terdiri dari:
a.
Pengalaman
Sukandi (2003: 10) mengungkapkan
bahwa “Pengalaman langsung mengaktifkan lebih banyak indra dari pada hanya
melalui mendengarkan”. Sedangkan Zuhairini (1993: 116) menyebutkan bahwa “cara
mendapatkan suatu pengalaman adalah dengan mempelajari, mengalami dan melakukan
sendiri”. Melalui membaca, siswa lebih menguasai materi pelajaran yang mereka
pelajari dari pada hanya mendengarkan penjelasan dari guru.
b.
Interaksi
Belajar akan terjadi dan
meningkat kualitasnya bila berlangsung dalam suasana diskusi dengan orang lain,
berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau saling menjelaskan.
Pada saat orang lain mempertanyakan pendapat kita atau apa yang kita kerjakan,
maka kita terpacu untuk berpikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga kualitas
pendapat itu menjadi lebih baik.
Diskusi, dialog dan tukar gagasan
akan membantu anak mengenal hubungan-hubungan baru tentang sesuatu dan membantu
memiliki pemahaman yang lebih baik. Anak perlu berbicara secara bebas dan tidak
terbayang-bayangi dengan rasa takut sekalipun dengan pernyataan yang menuntut
(alasan/argumen). Argumen dapat membantu mengoreksi pendapat asalkan didasarkan
pada bukti. (Sukandi, 2003: 10)
c.
Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan
perasaan, baik secara lisan maupun tulisan, merupakan kebutuhan setiap manusia
dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan
pikiran, baik dalam rangka mengemukakan gagasan sendiri maupun menilai gagasan
orang lain, akan memantapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang
dipikirkan atau dipelajari. (Sukandi, 2003: 11)
d.
Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan
gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan
merenungkan kembali (merefleksi) gagasannya, kemudian melakukan perbaikan,
sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap. Refleksi dapat terjadi akibat
adanya interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap
hasil kerja seorang siswa yang berupa pernyataan yang menantang (membuat siswa
berpikir) dapat merupakan pemicu bagi siswa untuk melakukan refleksi tentang
apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari. (Sukandi, 2003: 11)
Agar suasana belajar aktif dapat tercipta secara maksimal, maka diantara
beberapa komponen diatas terdapat pendukungnya, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Sukandi (2003: 12) antara lain:
1)
Sikap dan prilaku guru
Sesuai dengan pengertian mengajar
yaitu menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab
belajar siswa, maka sikap dan prilaku guru hendaknya:
-
Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa.
-
Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru atau siswa lain berbicara.
-
Menghargai perbedaan pendapat.
-
Mentolelir kesalahan siswa dan mendorong untuk memperbaikinya.
-
Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa.
-
Tidak terlalu cepat untuk membantu siswa.
-
Tidak kikir untuk memuji dan menghargai.
-
Tidak menertawakan pendapat atau hasil karya siswa sekalipun kurang
berkualitas, dan yang lebih penting ……
-
Mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani menanggung resiko. (Sukandi,
2003: 12)
2)
Ruang kelas yang menunjang belajar aktif, yaitu diantaranya:
-
Berisikan banyak sumber belajar, seperti buku dan benda nyata.
-
Berisi banyak alat bantu belajar, seperti media atau alat peraga.
-
Berisi banyak hasil kerja siswa, seperti lukisan laporan percobaan, dan alat
hasil percobaan.
-
Letak bangku dan meja diatur sedemikian rupa sehingga siswa leluasa untuk
bergerak. (Sukandi, 2003: 14)
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka dapat digambarkan sebuah diagram sebagaimana berikut
ini:
Bagan: 1
Komponen-Komponen Strategi
Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
dan Pendukung-Pendukungnya
(Sukandi, 2003: 15)
Berdasarkan gambar
diatas, maka dapat dijelaskan bahwa komponen belajar aktif dan pendukungnya
saling mempengaruhi dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Dari
tampilan siswa dapat dilihat adanya pengalaman, interaksi, komunikasi dan
refleksi. Sedangkan pendukungnya adalah sikap guru dan ruang kelas, dari
tampilan guru dapat dilihat adanya sikap dan prilaku guru yang harus dimiliki
oleh seorang guru dan tampilan ruang kelas yang memiliki ciri-ciri khusus untuk
menunjang belajar aktif.
Jelas sekali, guru
merupakan aktor intelektual perekayasa tampilan siswa dan tampilan ruang kelas.
Gurulah sebagai fasilitator tercipta kedua tampilan tersebut. Dengan perkataan
lain, suasana belajar aktif hanya mungkin terjadi bila gurunya aktif pula,
maksudnya aktif sebagai fasilitator.
Sehingga tidaklah
benar adanya pendapat yang menganggap bahwa dalam kegiatan belajar mengajar
yang bernuansa belajar aktif hanya siswalah yang aktif, sedangkan gurunya
tidak. Keduanya harus aktif tetapi dalam peran masing-masing, dimana siswa aktif
dalam belajar dan guru aktif dalam mengelola kegiatan belajar mengajar.
Bagi guru yang aktif,
biasanya sebelum mengajar terlebih dahulu mempersiapkan rancangan pembelajaran
(RP) yang matang dan media-media apa saja yang dibutuhkan sehingga pada waktu
kegiatan proses belajar mengajar berlangsung guru sudah bisa menerapkannya
dengan penuh keyakinan dan siswa juga senang dan aktif dalam kegiatan belajar
mengajar. Sedangkan kegiatan-kegiatan dalam belajar aktif dapat
dijelaskan sebagaimana table berikut:
Tabel: 1
Kegiatan Belajar Mengajar dengan
Menggunakan Pendekatan Belajar Aktif
(Active Learning strategy)
No
|
Komponen
|
Kegiatan Siswa
|
Kegiatan Guru
|
1.
|
Pengalaman
|
-
Melakukan pengamatan
-
Melakukan percobaan
-
Membaca
-
Melakukan wawancara
-
Membuat sesuatu
|
-
menciptakan kegiatan yang beragam
-
Mengamati siswa bekerja dan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang
|
2
|
Interaksi
|
-
Berdiskusi
-
Mengajukan pertanyaan
-
Meminta pendapat orang lain
-
Memberi komentar
-
Bekerja dalam kelompok
|
-
Mendengarkan dan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang
-
Mendengarkan dan tidak menertawakan serta memberi kesem[patan terlebih dahulu
kepada siswa lain untuk menjawabnya
-
Mendengarkan
-
Meminta pendapat siswa lainnya
-
Mendengarkan, sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang, memberi
kesempatan kepada siswa lain untuk memberi pendapat tentang komerntar
tersebut
-
Berkeliling ke kelompok sesekali duduk bersama kelompok, mendengarkan
perbincangan kelompok, dan sesekali memberi komentar atau pertanyaan yang
menantang
|
3
|
Komunikasi
|
-
Mendemonstrasikan / mempertunjukkan / menjelaskan
-
Berbicara / bercerita / menceritakan
-
Melaporkan
-
Mengemukakan pendapat / pikiran (lisan / tulisan)
-
Memajang hasil karya
|
-
Memperhatikan / Memberi komentar / mempertanyakan
-
Tidak menertawakan
-
Membantu agar letak pajangan dalam jangkauan baca siswa
|
4
|
Refleksi
|
-
Memikirkan kembali hasil kerja / pikiran sendiri
|
-
Mempertanyakan
-
Meminta siswa lain untuk memberikan komentar
|
(Sukandi, 2003: 16)
Kegiatan belajar
mengajar diatas menunjukkan adanya feed back (timbal balik) antara guru
dengan siswa.
4. Beberapa Model dan
Prosedur Penerapan Pendekatan Belajar Aktif (Active Learning Strategy)
dalam Proses Belajar Mengajar
Berikut ini adalah
beberapa metode / strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan dalam proses
belajar mengajar (khususnya mata pelajaran pendidikan agama Islam), diantara
metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran
Terbimbing (Guided Teaching)
Dalam tehnik ini, guru mengajukan
satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa atau mendapatkan
hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian memilah-milahnya menjadi sejumlah
kategori. Metode pembelajaran terbimbing merupakan selingan yang mengasyikkan
di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan guru untuk mengetahui
apa yang telah di ketahui dan dipahami oleh siswa sebelum memaparkan apa yang
guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep
abstrak. (Silberman, 1996: 137)
Prosedur:
1. Ajukan pertanyaan
atau serangkaian pernyataan yang menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang
mereka miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban,
semisal “Bagaimana kamu menjelaskan seberapa cerdasnya seseorang?”.
2. Berikan waktu yang
cukup kepada siswa secara berpasangan atau berkelompok untuk membahas jawaban
mereka.
3. Perintahkan siswa
untuk kembali ketempat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika
memungkinkan, seleksilah jawaban mereka menjadi beberapa kategori terpisah yang
terkait dengan kategori atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat
mesin” pada kategori kecerdasan kinestetika-tubuh.
4. Sajikan poin-poin
pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan
kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yang memberi
informasi tambahan bagi poin pembelajaran dari pelajaran anda. (Silberman,
1996: 137-138)
Variasi:
a. Jangan
memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang terpisah. Sebagai gantinya,
buatlah satu daftar panjang dan perintahkan mereka untuk mengkategorikan
gagasan mereka terlebih dahulu sebelum anda membandingkannya dengan konsep yang
ada dipikiran anda.
b. Mulailah pelajaran
dengan tanpa kategori yang sudah ada dibenak anda. Cermati bagaimana siswa dan
anda secara bersama bisa memilah-milah gagasan-gagasan mereka menjadi kategori
yang berguna. (Silberman, 1996: 138)
2) Pemecahan Masalah
(Prblem Solving)
Strategi pemecahan masalah adalah
satu strategi yang mendorong siswa mengawasi langkah-langkah yang mereka
gunakan dalam memecahkan satu masalah. Mereka akan ‘menunjukkan dan
menjelaskan’ bagaimana mereka menyelesaikan masalah itu. Dengan menganalisis
langkah-langkah yang rinci, guru dapat memperoleh informasi yang berharga
tentang kecakapan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa-siswa. Untuk
menjadi pemecah masalah, siswa perlu belajar berbuat dari pada hanya mengoreksi
jawaban-jawaban masalah yang ada dalam buku teks. (Hisyam, 2005: 200)
Prosedur:
1. Pilihlah satu, dua
atau tiga masalah di antara masalah-masalah yang telah dipelajari oleh siswa.
2. Pecahkan sendiri
(guru) masalah-masalah itu dan tulis semua langkah-langkah atau prosedur yang
dilalui untuk memecahkan masalah itu. (Catat berapa lama anda menyelesaikan
masalah itu).
3. Kalau anda
mendapatkan masalah memerlukan waktu yang banyak atau terlalu sulit, ganti
dengan yang lain.
4. Sewaktu anda
mendapatkan satu masalah yang bagus yang dapat anda pecahkan dan dokumentasikan
kurang dari tigapuluh menit, berikan mereka kepada siswa. (Asumsikan bahwa
siswa akan menyelesaikan sekitar satu jam).
5. Buatlah perintah
atau petunjuk kerja dengan sangat jelas.
6. Berikan dan
jelaskan evaluasi masalah-masalah kepada siswa.
7. Jelaskan kepada
mereka bahwa ini bukan tes atau ulangan atau quiz.
8. Berikan waktu yang
layak kepada siswa untuk mengerjakan tugas ini,
9. Setelah siswa
mengerjakan tugas, anda mengumpulkannya dan siap untuk melakukan koreksi atau
evaluasinya dengan criteria yang sudah dibuat.
10. Setelah dikoreksi, anda mengembalikannya
kepada siswa. (Hisyam, 2005: 200-201)
3) Belajar ala
Permainan Jigsaw (Learning Jigsaw)
Belajar ala Jigsaw (menyusun
potongan gambar) merupakan tehnik yang paling banyak dipraktikkan. Tehnik ini
serupa dengan pertukaran kelompok-dengan kelompok, namun ada satu perbedaan
penting yakni tiap siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternative menarik
bila ada materi belajar yang bias disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila
bagian-bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa mempelajari
sesuatu yang, bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh siswa lain, membentuk
kumpulan pengetahuan atau ketrampilan yang padu. (Silberman, 1996: 192)
Prosedur:
1. Pilihlah materi
belajar yang bisa dipecah menjadi beberapa bagian. Sebuah bagian bisa sependek
kalimat atau sepanjang beberapa paragraph. (Jika materinya panjang, perintahkan
siswa untuk membaca tugas mereka sebelum pelajaran). Contoh diantaranya:
Modul
berisi beberapa poin penting.
Bagian-bagian eksperimen ilmu pengetahuan.
Sebuah
naskah yang memiliki bagian atau sub judul yang berbeda.
Sebuah
daftar definisi.
Sejumlah artikel setebal majalah atau jenis bacaan pendek yang lain.
2. Hitunglah jumlah
bagian yang hendak dipelajari dan jumlah siswa. Bagikan secara adil berbagai
tugas kepada berbagai kelompok siswa. Sebagai contoh, bayangkan sebuah kelas
yang terdiri dari 12 siswa. Dimisalkan bahwa anda bisa membagi materi pelajaran
menjadi tiga segmen atau bagian. Anda mungkin selanjutnya dapat membentuk
kwartet (kelompok empat anggota), dengan memberikan segmen 1, 2, atau 3 kepada
tiap kelompok. Kemudian, perintahkan tiap kwartet atau ‘kelompok belajar’ untuk
membaca, mendiskusikan, dan mempelajari materi yang mereka terima. (Jika anda
menghendaki, anda dapat membentuk dua pasang ‘rekan belajar’ terlebih dahulu
dan kemudian menggabungkan pasangan-pasangan itu menjadi kwartet untuk
berkonsultasi dan saling berbagi pendapat.)
3. Setelah waktu
belajar selesai, bentuklah kelompok-kelompok ‘belajar ala jigsaw,’ kelompok
tersebut terdiri dari perwakilan tiap ‘kelompok belajar’di kelas. Dalam contoh
yang baru saja diberikan, anggota dari tiap kwartet dapat berhitung mulai dari
1, 2, 3, dan 4. Kemudian bentuklah kelompok belajar jigsaw dengan jumlah yang
sama. Hasilnya adalah empat kelompok trio. Dalam masing-masing trio akan ada
satu siswa yang telah mempelajari segmen 1, segmen 2, dan segmen 3.
4. Perintahkan
anggota kelompok ‘jigsaw’ untuk mengajarkan satu sama lain apa yang telah
mereka pelajari.
5. Perintahkan siswa
untuk kembali keposisi semula dalam rangka membahas pertanyaan yang masih
tersisa guna memastikan pemahaman yang akurat. (Silberman, 1996: 195)
Variasi:
a. Berikan
tugas baru -misalnya menjawab sejumlah pertanyaan- yang didasarkan pada
pengetahuan akumulatif dari semua anggota kelompok belajar jigsaw.
b. Beri siswa
tanggung jawab untuk mempelajari ketrampilan, sebagai alternatif dari pemberian
informasi kognitif. Perintahkan siswa untuk saling mengajarkan ketrampilan yang
telah mereka pelajari. (Silberman, 1996: 160-162)
4) Diskusi Panel
Silberman (1996: 155)
mengungkapkan bahwa “Aktivitas ini merupakan cara yang baik untuk menstimulasi
diskusi dan memberi siswa kesempatan untuk mengenali, menjelaskan, dan
mengklarifikasi persoalan sembari tetap bisa berpartisipasi aktif dengan seluruh
siswa.”
Prosedur:
1. Pilihlah
sebuah masalah yang akan mengundang minat siswa. Sajikan persoalan itu agar
siswa terstimulasi untuk mendiskusikan pendapat mereka. Sebutkan lima
pertanyaan untuk didiskusikan.
2. Pilihlah
empat hingga enam siswa untuk membentuk kelompok diskusi panel. Aturlah mereka
dalam formasi semi lingkaran di bagian depan kelas.
3. Perintahkan
siswa yang lain untuk duduk di sekeliling kelompok diskusi pada tiga sisi dalam
formasi sepatu kuda.
4. Mulailah
dengan pertanyaan pembuka yang provokatif. Serahkan tanggungjawab diskusi panel
kepada kelompok inti sedangkan siswa yang lain membuat catatan dalam rangka
mempersiapkan giliran diskusi mereka.
5. Pada akhir
periode diskusi yang sudah ditetapkan, pisahkan seluruh kelas menjadi
kelompok-kelompok kecil untuk melanjutkan diskusi tentang pertanyaan yang masih
ada. (Silberman, 1996: 155-156)
Variasi:
a. “Baliklah
urutannya, mulailah dengan diskusi kelompok kecil dan diikuti dengan diskusi
panel”.
b. “Perintahkan
siswa untuk mengajukan pertanyaan diskusi”. (Silberman, 1996: 156)
5) Studi Kasus
Bikinan - Siswa (student-created case studies)
Studi kasus diakui secara luas
sebagai salah satu metode belajar terbaik. Diskusi kasus pada umumnya berfokus
pada persoalan yang ada dalam situasi atau contoh konkret, tindakan yang mesti
diambil dan pelajaran yang bias dipetik, serta cara-cara menangani atau
menghindari situasi semacam itu dimasa mendatang. Tehnik-tehnik yang berikut
ini memungkinkan siswa untuk membuat studi kasus mereka sendiri. (Silberman,
1996: 201)
Prosedur:
1. Bagilah kelas
menjadi pasangan atau trio. Perintahkan mereka untuk membuat studi kasus yang
bisa dianalisis dan didiskusikan oleh siswa lain.
2. Jelaskan bahwa
tujuan dari sebuah studi kasus adalah mempelajari sebuah topik dengan mengkaji
situasi atau contoh konkret yang mencerminkan topik itu. Berikut adalah
beberapa contohnya:
Sebuah syair Jepang bisa ditulis untuk menunjukkan cara membacanya.
Sebuah resume aktual bisa dianalisis untuk mempelajari cara menulis resume.
Sebuah laporan tentang cara seseorang melakukan eksperimen ilmiah bisa
didiskusikan untuk mempelajari tentang prosedur ilmiah.
Sebuah dialog antara seorang manager dan karyawan bisa ditelaah untuk
mempelajari cara memberikan dukungan positif.
Sejumlah langkah yang diambil oleh orang tua dalam situasi konflik dengan
seorang anak bisa dikaji untuk mempelajari cara menangani perilaku.
3. Sediakan waktu
yang mencukupi bagi pasangan atau trio untuk membuat studi kasus singkat yang
mengandung contoh atau isu untuk didiskusikan atau sebuah persoalan untuk
dipecahkan yang relevan dengan materi pelajaran dikelas.
4. Bila studi kasus
ini selesai, perintahkan kelompok untuk menyajikannya kepada siswa lain. Beri
kesempatan anggota kelompok untuk memimpin diskusi kasus. (Silberman, 1996:
201-203)
Variasi:
a.
“Tunjuk beberapa orang siswa untuk telah terlebih dahulu menyiapkan studi
kasus untuk siswa lain. (penyiapan sebuah studi kasus merupakan tugas
belajar yang baik.)”
b. “Buatlah beberapa kelompok dalam jumlah genap.
Pasangkan kelompok dan perintahkan mereka untuk bertukar studi kasus.”
(Silberman, 1996: 203)
6) Pencarian
Informasi
Metode ini bisa disamakan dengan
ujian open-book. Tim-tim di kelas mencari informasi (biasanya yang diungkap
dalam pengajaran ala ceramah) yang menjawab pertanyaan yang diajukan kepada
mereka. Metode ini sangat membantu menjadikan materi yang biasa-biasa saja
menjadi lebih menarik. (Silberman, 1996: 173)
Prosedur:
1. Buatlah
sekumpulan pertanyaan yang dapat dijawab dengan mencari informasi yang bisa
ditemukan dalam buku sumber yang telah anda bagikan kepada siswa. Materi
sumbernya bias mencakup:
Buku
pegangan
Dokumen
Buku
teks
Panduan
referensi
Informasi yang diakses melalui computer
Artifak
Peralatan ‘berat’ (misalnya mesin)
2. Bagikan
pertanyaan-pertanyaan tentang topiknya.
3. Perintahkan
siswa untuk mencari informasi dalam tim-tim kecil. Kompetisi yang bersahabat
bisa diwujudkan untuk mendorong partisipasi.
4. Bahaslah
jawabannya di depan kelas. Perluaslah jawabannya guna memperluas cakupan
pembelajaran. (Silberman, 1996: 173-174)
Comments
Post a Comment